"Kita butuh melakukan tekanan komersial atas perusahaan-perusahaan yang menyebabkan kabut," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air Singapura, Vivian Balakrishnan, di halaman Facebooknya, seperti dilansir kantor berita Reuters, 18 Juni 2013.
Dalam wawancara dengan stasiun berita BBC Rabu pagi, 19 Juni 2013, Balakrishnan mengungkapkan bahwa masalah kabut asap ini sudah hampir dua dekade merepotkan Singapura setiap tahun. Dia yakin asap kebakaran ini bukan sekadar disebabkan praktik membuka lahan secara tradisional di sebagian Sumatera, tapi sudah berskala massal untuk kepentingan industri.
Pada hari kedua serangan kabut asap ini, di beberapa titik dilaporkan tingkat polusinya menyaingi tingkat polusi di tahun 1997. Indeks Standar Polusi Singapura naik ke level tidak sehat 155 pada Senin malam, sehingga membuat Kedutaan Amerika Serikat mengeluarkan saran pada warganya di Singapura untuk mengunjungi dokter menanyakan soal efek polusi ini.
Kini, Singapura meminta Indonesia mengeluarkan peta konsesi penebangan hutan. Peta itu kemudian akan dibandingkan dengan peta satelit untuk melihat dari mana sumber kabut asap sehingga perusahaan yang melakukan teknik pembakaran itu bisa ditindak.
Reuters mengungkapkan Menteri Lingkungan Hidup Indonesia belum bisa dihubungi. Namun Reuters mengutip seorang pejabat senior Sony Partono yang menyatakan, "Pihak luar tidak seharusnya mengintervensi urusan dalam negeri."
Untuk diketahui, terdapat beberapa perusahaan pemilik konsesi penebangan hutan di Indonesia yang bermarkas di Singapura, antara lain Wilmar International Ltd dan Golden Agri-Resources Ltd. Bahkan pemilik Wilmar pun, Martua Sitorus, menetap di Singapura.