Surat perintah bernomor No: 41/019-C-Kapuserda Kota Bandung itu membuat geger karena memerintahkan sejumlah nama pegawai Pusarda untuk melakukan ritual seks bebas secara bersama-sama di tempat yang telah ditentukan.
Surat yang disertai dengan logo Pemkot Bandung itu ditandatangani Kepala Kantor Pusarda, Muhammad Anwar, di atas meterai Rp6.000 dan distempel. Surat itu tertanggal 31 Januari 2013. Sesuai dengan asal surat --- kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah -- tercantum alamat Jalan Caringin, N.103 Bandung, Jawa Barat, persis seperti alamat instansi tersebut.
Ada tiga poin penting yang ditegaskan dalam surat perintah tersebut. Pertama, ritual ini atas ijin gembala sidang sebuah gereja dalam misa hitam yang diadakan pada saat-saat tertentu.
Kedua, dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) Kantor Pusarda Kota Bandung No DPA 1.24.01.0108.52 tanggal 1 Januari 2013. Ketiga, untuk kepentingan pribadi dan sangat rahasia pada akhir surat terdapat penegasan bahwa perintah itu harus dilaksanakan dan dilaporkan kepada Kepala Pusarda dan gembala gereja.
Dalam lampiran surat, ada 10 nama yang disebutkan agar melaksanakan perintah dalam surat itu. Bahkan disertai nomor induk pegawai (NIP), Jabatan, dan pasangan seks bebasnya.
Polrestabes Bandung langsung membentuk tim khusus untuk membongkar kebenaran surat perintah itu. Tugas penting tim mencari pelaku penyebaran surat perintah yang diduga palsu itu.
Kepala Polrestabes Bandung, Komisaris Besar Polisi Abdul Rahman Baso mengatakan, pihaknya harus hati-hati dalam menangani kasus ini. Agar suasana di Bandung tetap kondusif.
"Dari bukti yang ada, sudah pasti surat itu dipalsukan karena kop surat dan logonya berbeda dengan kop surat asli yang dikeluarkan resmi oleh instansi di lingkungan Pemerintah Kota Bandung," kata Kepala Polrestabes Bandung, Komisaris Besar Polisi Abdul Rahman Baso.
Polisi tetapkan satu orang tersangka
Kepolisian sudah memeriksa tiga saksi terkait beredarnya surat perintah palsu ritual seks bebas itu. Satu saksi yang memberikan informasi dan keterangan, sementara dua saksi lainnya adalah nama-nama yang tercantum dalam surat perintah tersebut.
Salah satu saksi itu adalah Kepala Kantor Pusarda, Muhammad Anwar. Dia sudah dimintai keterangan dan membatah telah membuat dan menandatangani surat tersebut.
Sementara Gilang, saksi yang memberikan informasi mengenai keberadaan sekte seks bebas itu sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ia pula yang mengaku sebagai pengikut sekte seks bebas itu.
Dia menyatakan sudah bergabung dengan sekte itu selama sembilan tahun. Kegiatan seks bebas menurutnya dilakukan di alam terbuka di Jawa Barat. Ritual itu dipimpin seorang pemimpin.
Selain melakukan ritual seks bebas di mana satu wanita melayani beberapa lelaki secara bergantian, menurutnya ada juga ritual menindih binatang. Para jemaat dalam sekte itu memiliki cincin pentagram.
"Ritualnya misalnya satu perempuan melayani sembilan lelaki. Jadi mama saya ada di satu ruangan, lantas lelakinya antre satu-satu masuk ke dalam ruangan,” kata dia.
Menurutnya, siapa yang bisa menghamili ibunya dan anggota perempuan lainnya di sekte itu, maka sang pria akan mendapatkan piagam ritual. Para jemaat juga, kata dia, memiliki cincin pentagram dalam ritual seks bebas itu. Dengarkan pengakuan si jemaah di tautan video ini.
Keterangan Gilang dalam pemeriksaan ternyata berlawanan dengan dua saksi lainnya. Karena itu, polisi akan memeriksa kejiwaan Gilang. Dia sudah ditetapkan sebagai tersangka pemalsu surat perintah ritual seks bebas.
Pemeriksaan kejiwaan ini penting untuk mengetahui benar atau tidaknya informasi yang diberikan Gilang dalam pemeriksaan, sebab dialah yang menjelaskan ada praktik seks bebas di kalangan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat.
"Kami sedang dalami kemungkinan dia stres. Kelihatannya dia memang agak tidak waras atau depresi. Maka kami perlu memeriksa psikologisnya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa dilakukan," kata Kapolda Jawa Barat, Inspektur Jenderal Polisi Tubagus Anis Angkawijaya, kepada VIVAnews, Jumat 31 Mei 2013.
Misteri rumah gurita
Gilang, pria yang menyebut dirinya sebagai anggota sekte seks bebas menegaskan, bahwa ritual sektenya itu dilakukan berpindah-pindah, mulai hotel sampai menyewa tempat khusus.
Menurutnya, markas sekte seks bebas yang kerap dijadikan tempat ritual adalah rumah yang berlokasi di Jalan Sukadamai, Kecamatan Sukajadi, Bandung. Bila dilihat secara pintas, rumah itu sekilas tampak biasa-biasa saja. Namun jika diperhatikan dari atas, tampak ornamen gurita hitam besar melilit atap rumah itu.
Rumah ini memang tampak lebih unik dibanding rumah lain di sekitarnya, namun tidak tampak mencurigakan. Warga pun tidak pernah mencurigai rumah itu digunakan sebagai tempat perkumpulan sebuah sekte.
Rumah ini diketahui telah dibangun sejak 1986, pemiliknya bernama Frans. Ia diketahui tidak tinggal di rumah tersebut, selama ini ia menetap di Jakarta, tepatnya di kawasan Pondok Indah.
Menurut warga sekitar, mereka pernah mendengar rumah itu digunakan untuk ritual tertentu. Bahkan ada kabar angin yang menyebutkan rumah itu merupakan tempat setan. Siapapun yang masuk ke situ, tak bisa ke luar lagi. Penasaran?
Namun, isu yang beredar di kalangan warga dibantah Ketua RT setempat, Afriza. Dia membantah rumah gurita tersebut menjadi tempat berkumpulnya anggota sekte seks bebas.
"Tidak ada, saya sudah tinggal di sini sejak 1983 dan tidak pernah ada sekte seperti itu di sini," katanya.
Afriza menjelaskan, dirinya tidak pernah melihat banyak orang datang berkumpul di rumah gurita tersebut selama ini. Beberapa waktu lalu, ia bersama polisi dan kelurahan setempat sudah masuk ke dalam rumah yang diisukan sebagai lokasi kegiatan sekte seks bebas itu.
"Tidak ada yang janggal. Di atas itu tempat memasak dan tempat air. Di dekat kolam renang, karena memang pemiliknya non-muslim, ada patung Bunda Maria," katanya.
Sementara, Afriza pun menuturkan tidak pernah ada kegiatan ibadah misa di dalam rumah tersebut. Bila ibadah pribadi menurut Afriza memang ada, tapi kalau untuk umum tidak pernah ada. Dan tidak ada yang mencurigakan apa yang ada di dalam rumah tersebut.
Lihat video kesaksian Afriza di sini.
Hingga kini, Kepolisian Daerah Jawa Barat belum menemukan indikasi keberadaan sekte seks bebas di kota Bandung seperti yang disebutkan oleh Gilang, warga yang mengaku sebagai pengikut sekte seks bebas.
"Kami sudah cek beberapa tempat yang dia (Gilang) sebutkan menjadi lokasi pesta sekte, yaitu di wisma dan hotel tertentu. Tapi hasilnya nihil," kata Kapolda Jawa Barat, Inspektur Jenderal Polisi Tubagus Anis Angkawijaya, kepada VIVAnews.
Menurutnya, polisi pun telah mendatangi hotel di Lembang yang disebut sebagai tempat menginap anggota sekte itu. Tapi lagi-lagi menurut daftar tamu hotel, tidak ada nama-nama orang seperti yang disebut Gilang menginap di sana. Hasil pemeriksaan di beberapa tempat lain juga sama.
Maka, berdasarkan hasil penyelidikan sementara, belum ditemukan ada sekte seks bebas di kota Bandung. Saat ini Polrestabes Bandung masih terus menginterogasi Gilang. Ia pun akan diperiksa kejiwaannya dalam waktu dekat. Kepolisian menduga Gilang stres dan agak tak waras.
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan juga angkat bicara mengenai beredarnya surat perintah palsu itu. Aher meminta polisi segera mengusut kasus ini hingga selesai. Menurut Aher, berdasarkan keterangan Kepala Perpusda, M Anwar, surat yang tersebar mengenai perintah mengejutkan itu adalah surat palsu.
"Kita antisipasi supaya tidak terjadi hal-hal seperti itu. Pihak keamanan harus segera mengusut karena bagaimanapun itu mencoreng citra pemerintahan di Kota Bandung," katanya.
Perkataan yang sama juga disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat, Hafidz Utsman. Menurutnya, masyarakat jangan mudah percaya dengan masalah yang belum tentu benar atau masih isu.
"Saya percaya umat muslim di Jawa Barat, khususnya Bandung tidak ada yang terganggu dengan isu-isu itu," katanya.
Meski belum ada koordinasi dengan MUI terkait masalah ini, Hafidz berharap pejabat terkait di Bandung segera mencari solusi terkait masalah ini. Dan dia juga meminta kepada polisi untuk mencari siapa pelaku penyebaran isu tersebut.
"Belum ada koordinasi apa-apa. Polisi harusnya mencari siapa yang menyebarkan isu dan tidak menceritakan isu itu. Jadi jangan disampaikan isu itu kalau masih dicari," katanya.
Ditambahkan Hafidz, masyarakat saat ini sudah tidak aneh lagi mengenai isu itu. Menurutnya, isu yang beredar kali ini sudah tidak menarik perhatian masyarakat.
"Dalam artian masyarakat sudah bosan. Saya percaya tidak ada yang terganggu dengan isu-isu. Jadi jangan sampai jadi juru bicara isu," katanya.